/*__Style_copy_area__*/ .copybox { /* -- Style Box dalam --*/ padding:5px; border:1px solid #FFC71F; background:#FFFFCC; } .kopiaer { /* -- Style Box Luar --*/ background:red; padding:7px; } .cangkirkopi { /* -- Style Tombolnya --*/ background:#B88A00; border:1px solid #FFC71F; color:#FFD65C; padding:2px; font-weight:bold; }

Rabu, 20 April 2011

OBAT KANKER LUAR BIASA AMPUH.....

Luar Biasa, Inilah Obat Kanker Yang Paling Ampuh Dan Di Rahasiakan Selama Bertahun-Tahun

Selama ini kita tahu bahwa kanker hanya bisa diobati dengan terapi kemo. Namun tampaknya persepsi ini harus dihapus dan dibuang sejauh-jauhnya. Kenapa?
Karena sebenarnya ada obat alami untuk membunuh sel kanker yang kekuatannya Sepuluh Ribu Kali Lipat lebih ampuh dibanding terapi kemo. Obat alami ini adalah buah yang familiar dengan orang Indonesia.
Oleh karena itu saya mohon sahabat menyediakan waktu 5 menit saja untuk membaca informasi berharga ini dan menyebarkannya kepada saudara,tetangga,teman dan yang lainnya. Insya ALLAH dengan informasi ini kita bisa membantu ribuan bahkan jutaan saudara kita yang terkena kanker.
Untuk memudahkan penyebaran informasi ini, saya sudah siapkan dalam bentuk ebook setebal 6 halaman.SILAHKAN DOWNLOAD EBOOK RAHASIA PENGOBATAN KANKER YANG LEBIH CEPAT DARI KEMOTRAFI dan sebarkan kepada yang membutuhkan.

Tapi kenapa kita tidak tahu ?

Karena salah satu perusahaan Dunia merahasiakan penemuan riset mengenai hal ini serapat-rapatnya, mereka ingin dana riset yang di keluarkan sangat besar, selama bertahun-tahun, dapat kembali lebih dulu plus keuntungan berlimpah dengan cara membuat pohon Graviola Sintetis sebagai bahan baku obat dan obatnya di jual ke pasar dunia.
Memprihatinkan, beberapa orang meninggal sia-sia, mengenaskan, karena keganasan kanker, sedangkan perusahaan raksasa, pembuat obat dengan omzet milyaran dollar menutup rapat-rapat rahasia keajaiban pohon graviola ini.
Pohonnya rendah, di brazil dinamai “Graviola”, di Spanyol “Guanabana” bahasa inggrisnya “soursop”. Di Indonesia, ya buah sirsak. Buahnya berduri lunak, daging buah berwarna putih, rasanya manis-manis kecut / asam, dimakan dengan cara membuka kulitnya atau di buat jus.
Khasiat dari buah sirsak ini memberikan effek anti tumor / kanker yang sangat kuat, dan terbukti secara medis menyembuhkan segala jenis kanker. Selain menyembuhkan kanker, buah sirsak juga berfungsi sebagai anti bakteri, anti jamur (fungi), efektif melawan berbagai jenis parasit / cacing, menurunkan tekanan darah tinggi, depresi, stress, dan menormalkan kembali system syaraf yang kurang baik.
Salah satu contoh betapa pentingnya keberadaan Health Science Institute bagi orang-orang Amerika adalah institute ini membuka tabir rahasia buah ajaib ini.
Fakta yang mencengangkan adalah jauh dipedalaman hutan amazon, tumbuh “pohon ajaib”, yang akan merubah cara berpikir anda, dokter anda, dan dunia mengenai proses penyembuhan kanker dan harapan untuk bertahan hidup. Tidak ada yang bisa menjanjikan lebih dari hal ini, untuk masa-masa yang akan datang.

Riset membuktikan “pohon ajaib” dan buahnya ini bisa :

  1. Menyerang sel kanker dengan aman dan efektif secara alami, tanpa rasa mual, berat badan turun, rambut rontok, seperti yang terjadi pada terapi kemo.
  2. Melindungi sistim kekebalan tubuh dan mencegah dari infeksi yang mematikan.
  3. Pasien merasakan lebih kuat, lebih sehat selama proses perawatan / penyembuhan.
  4. Energi meningkat dan penampilan fisik membaik.
Sumber berita sangat mengejutkan ini berasal dari salah satu pabrik obat terbesar di Amerika. Buah Graviola ditest di lebih dari 20 Laboratorium, sejak tahun 1970-an sampai beberapa tahun berikutnya.

Hasil test dari ekstrak (sari) buah ini adalah :

  1. Secara efektif memilih target dan membunuh sel jahat dari 12 tipe kanker yang berbeda, diantaranya kanker : Usus Besar, Payudara, Prostat, Paru-paru, dan Pankreas.
  2. Daya kerjanya 10.000 kali lebih kuat dalam memperlambat pertumbuhan sel kanker dibandingkan dengan Adriamicin dan Terapi Kemo yang biasa di gunakan.
  3. Tidak seperti terapi kemo, sari buah ini secara selektif hanya memburu dan membunuh sel-sel jahat dan tidak membahayakan / membunuh sel-sel sehat.
Riset telah di lakukan secara ekstensive pada pohon “ajaib” ini, selama bertahun-tahun tapi kenapa kita tidak tahu apa-apa mengenai hal ini?
Jawabnya adalah begitu mudah kesehatan kita, kehidupan kita, dikendalikan oleh yang memiliki uang dan kekuasaan.
Salah satu perusahaan obat terbesar di Amerika dengan omzet milyaran dollar melakukan riset luar biasa pada pohon Graviola yang tumbuh di hutan Amazon ini.
Ternyata beberapa bagian dari pohon ini : Kulit kayu, akar, daun, daging buah dan bijinya, selama berabad-abad menjadi obat bagi suku Indian di Amerika selatan untuk menyembuhkan : sakit jantung, asma, masalah liver (hati) dan reumatik.
Dengan bukti-bukti ilmiah yang minim, perusahaan mengucurkan dana dan sumber daya manusia yang sangat besar guna melakukan riset dan aneka test. Hasilnya sangat mencengangkan. Graviola secara ilmiah terbukti sebagai mesin pembunuh sel kanker.

Tapi, kisah Graviola hampir berakhir disini. Kenapa?

Dibawah undang-undang federal, sumber bahan alami untuk obat DILARANG / TIDAK BISA dipatenkan.
Perusahaan menghadapi masalah besar, berusaha sekuat tenaga dengan biaya sangat besar untuk membuat sinthesa / cloning dari Graviola ini agar bisa di patenkan sehingga dana yang di keluarkan untuk riset dan aneka test bisa kembali, dan bahkan meraup keuntungan besar.
Tapi usaha ini tidak berhasil. Graviola tidak bisa di-kloning. Perusahaan gigit jari setelah mengeluarkan dana milyaran dollar untuk riset dan aneka test.
Ketika mimpi untuk mendapatkan keuntungan lebih besar berangsur-angsur memudar, kegiatan riset dan test juga berhenti. Lebih parah lagi, perusahaan menutup proyek ini dan memutuskan untuk tidak mempublikasikan hasil riset ini.
Beruntunglah, ada salah seorang Ilmuwan dari team riset tidak tega melihat kekejaman ini terjadi. Dengan mengorbankan karirnya, dia menghubungi sebuah perusahaan yang biasa mengumpulkan bahan-bahan alami dari hutan amazon untuk pembuatan obat.
Ketika para pakar riset dari Health Science Institute mendengar berita keajaiban Graviola, mereka mulai melakukan riset. Hasilnya sangat mengejutkan. Graviola terbukti sebagai pohon pembunuh sel kanker yang efektif.
The National Cancer Institute mulai melakukan riset ilmiah yang pertama pada tahun 1976. Hasilnya membuktikan bahwa daun dan batang kayu Graviola mampu menyerang dan menghancurkan sel-sel jahat kanker. Sayangnya hasil ini hanya untuk keperluan intern dan tidak di publikasikan.
Sejak 1976, Graviola telah terbukti sebagai pembunuh sel kanker yang luar biasa pada uji coba yang di lakukan oleh 20 Laboratorium Independence yang berbeda.
Suatu studi yang di publikasikan oleh The Journal of Natural Products meyatakan bahwa studi yang dilakukan oleh Catholic University di Korea Selatan, menyebutkan bahwa salah satu unsur kimia yang terkandung di dalam Graviola, mampu memilih, membedakan dan membunuh sel kanker Usus Besar dengan 10.000 kali lebih kuat dibandingkan dengan adriamicin dan Terapi Kemo.
Penemuan yang paling mencolok dari study Catholic University ini adalah Graviola bisa menyeleksi memilih dan membunuh hanya sel jahat kanker, sedangkan sel yang sehat tidak tersentuh / terganggu
Graviola tidak seperti terapi kemo yang tidak bisa membedakan sel kanker dan sel sehat, maka sel-sel reproduksi (seperti lambung dan rambut) dibunuh habis oleh terapi kemo, sehingga timbul efek negatif seperti rasa mual dan rambut rontok.
Sebuah studi di Purdue University membuktikan bahwa daun Graviola mampu membunuh sel kanker secara efektif, terutama sel kanker : prostate, pancreas, dan paru-paru.
Setelah selama kurang lebih dari 7 tahun tidak ada berita mengenai Graviola, akhirnya berita keajaiban ini pecah juga, melalui informasi dari lembaga-lembaga tersebut di atas.
Pasokan terbatas ekstrak Graviola yang di budidayakan dan di panen oleh orang-orang pribumi Brazil, kini bisa di peroleh di Amerika. Sirsak mempunyai manfaat yang sangat besar dalam pencegahan dan penyembuhan penyakit kanker.

Untuk pencegahan :

Disarankan makan atau minum jus buah sirsak.

Untuk penyembuhan :

  • 10 buah daun sirsak yang sudah tua (warna hijau tua) dicampur ke dalam 3 gelas air dan direbus terus hingga menguap dan air tinggal 1 gelas saja.
  • Air yang tinggal 1 gelas diminumkan ke penderita setiap hari 2 kali.
  • Setelah minum, pada beberapa orang efeknya badan terasa panas, mirip dengan efek kemoterapi.
Dalam waktu 2 minggu, hasilnya bisa dicek ke dokter, katanya cukup berkhasiat. Daun sirsak ini sifatnya seperti kemoterapi, bahkan lebih hebat lagi karena daun sirsak hanya membunuh sel sel yang tumbuh abnormal dan membiarkan sel sel yang tumbuh normal. Sedangkan kemoterapi masih ada efek membunuh juga sebagian sel-sel yang normal.
Sekarang anda tahu manfaat buah sirsak yang luar biasa ini. Rasanya manis-manis kecut menyegarkan. Buah alami 100% tanpa efek samping apapun.
Kisah lengkap tentang Graviola, dimana memperolehnya, dan bagaimana cara memanfaatkannya, dapat di jumpai dalam Beyond Chemotherapy : New Cancer Killers, Safe as Mother’s Milk, sebagai free special bonus terbitan Health Science Institute.
BUAT SAHABAT YANG INGIN MENYEBARKAN INFORMASI INI KEPADA SAHABAT,SAUDARA,TETANGGA DAN YANG MEMBUTUHKAN.
Semoga dengan penyebaran informasi ini,  kita bisa menolong ribuan bahkan jutaan saudara kita yang terkena kanker.

SUMBER : 
http://sejutainfo.wordpress.com/


Senin, 18 April 2011

Dino Lan Pasaran


Iki tatanan kang nuduhake arahe Urip kang kawoco sake anane Dino lan Pasaran, kang kawoco soko anane tatanan Neptu Go’ib ono ing Dino :
1. Jum’at Wage = Jowo,
2. Ahad Lagi = Allah,
3. Seloso Pen = Sapo, koyo kasebut ing ngisor iki:

I. Jum’at Wage= Jumat : huruf awal Jo =- neptune = 6
Neptu = 10 = Wage : hurul awal Wo - neptune = 4
Yen huruf awal kajumbuhake muni Jowo, kang mowo maksud hakekate Urip, yo maknane Urip, dadi kang dimaksud Jowo iku yo manungso kang ngerteni Sejatine Urip ing Alam Dunyo, ngerti anane Islam yo Slamete Urip ono ing Alam Dunyo yen ora kaliru ngerti bebere Kitab Layang Kalimosodo yo anane Syahadat kang turun ono Tanah Jowo dadi tuntunan anane serat Sastro Jendro Hayuningrat, Mahayu Hayuning Bawono, yo tuntunan Urip marang Perilaku kang nuduhake anane Hak lan Wajibe Urip, dadi kang kamaksud Jowo ing kene dudu Pawongan Kang lahir ono ing tanah Jowo utowo Suku Jowo.
Jumat Wage, Ahad Legi, Seloso Pen kabeh Neptune yen kagunggung ono neptu 10 anuduhake anane kabeh kang wis Kaciptakake dene Pangeran ing Alam Dunyo iki yen kagunggung nurut kasatuanne yo among ono 10 macem koyo kasebut ing ngisor iki :
1. Lemah / tanah 6. Tetanduran
2. Banyu 7. Kekewanan
3. Geni 8. Jin, Setan, Iblis, lelembut
4. Angin 9. Malaikat
5. Watu/Bebatuan ( Wesi, emas, 10. Pawongan (Wong, Tiyang, Manungso)
Yen Jum’at neptu 6 ing kono anane soko rukun Iman, yo biso kasebut soko anane wadah, dadi Dino iku mujudake wadah, lan yen Wage neptu 4 ing kono anane sedulur 4, yo anane isi, dadi Pasaran mujudake isi. Kaumpakake Wadah iku Jasad, isi iku Rogo, ing kono iku ketemu :
- Wadah = Jasad anane Badan Kasar - Jagad Royo - Kitab AI Qur’an
- Isi = Rogo anane Badan Alus - Jagad Dumadi - AI Fatikah.
Manowo kawoco soko gebyar lan gumelare Jagad salumrahe, ing kono ketemu anane dedeg piadege Wahyune Kaluarga kang dadi isine wujud Wahyu Purbo Jati, Wahyu Purbo Rangrang mujudake anane Wahyu Purbo Sari, kang nyoto wujud soko isine Neptu 6 ono ing Dino Jum’at wujud dadi :
1. Kemanten sakloron = 2
2. Wongtuo sakloron = 2
3. Morotuo sakloron = 2, yen kagunggung kabeh ono 6.
yen ing Pasaran Wage wujud soko anane
1. Sandang - pangan.
2. Papan - Pomahan.
3. Anak, Dunyobrono.
4. Luhure Kaluarga, yo isine Keluarga Sakinah “ma Warda wa Rohma yo anane Drajat Dunyo – Akhirat.
Yo ing isine dino Jum’at Wage iki awal bebere Kalimah Syahadat awal dedeg ¬adage Islam ono sajroning Ati - Nurani Manlingso.
Yen Jum’at neptu 6 ing kono anane rukun Iman, lan yen Wage neptu 4 ing kono ugo biso kagambarake cagak 4 utowo awal anane anasir 4 perkoro yo anane Bumi, Banyu, Geni lan Angin, anane Manungso manembah marang Pangerane soko Percoyo - Yakin - Iman marang Rukun Iman :
1. Allah, ono anane, kabeh wujud soko Kekarepan - Kehendak kang Nyoto Tulisane.
2. Kitab, a. ganng : a. Kitab Jabur - Nabi Daud as.
b. Kitab Taurot - Nabi Musa as.
c. Kitab Injil - Nabi Isa as.
d. Kitab Alqur’an - Nabi Muhammad saw.
b. teles : a. Garis Takdir, katulis among sepisan ora kaambalan maneh.
b. Garis Nasib katuIis soko Tindak Laku, Pakaryan lan obah - musike Kekarepan Urip Manungso.
3. Nabi Lan Rasul
4. MaIaikat, Jin - setan
5. Kiamat, Hari Akhir
6. Qodlo - Qadar, anane Takdir -Nasib wujude hukum Sebab - Akibat.
Cagak 4 wujud soko Anasir awaI, yoiku Lemah/Tanah, Banyu, Geni lan Angin kang nuwuhake anane :
a. LemahjTanah netepi Sifat Aluamah, anane Sabar - Narimo, wujud uripe soko kagowo Serakah
b. Banyu netepi Sifat Mutmainah, anane Adil, timbang Pamikirane, wujud uripe soko kagowo Iri – Drengki.
c. Geni netepi Sifat Amarah, anane Perkoso, anduweni Doyo - kekuatan, wujud uripe soko kagowo Murko – Nesu.
d. Angin netepi Sifat Supiyah, anane Adek Pribadi - Mandiri, wujud uripe soko kagowo Sombong – Angkuh.
Kaumpamakake Iman iku Kusir, Cagak 4 (papat) iku Jaran 4 (papat), kang playune nurut kekarepane dewe-dewe, sing kelir ireng playune ngalor tok, sing kelir putih playune ngetan tok, sing kelir abang playune ngidul tok, sing kelir kuning playune ngulon tok, Bendi-ne wujud soko anane Badan, Playune wujud soko Ragane tujuane netepi anane kekarepan.
Dino Jum’at dadi dino kekeran poro Nabi - WaIi, nyoto soko anane Sholat sunat Jum’at, ing kono margo soko Kanugrahane Pangeran Kang Moho Agung, kanggo Umate supoyo gelem Eling marang anane Tatanan Urip Bebrayan ing Alam Dunyo.
II. Ahad Legi : Ahad : huruf awal A - Neptune = 5
Neptu 10 : Legi : huruf awal LA - Neptune = 5
Yen huruf awal kajumbuhake muni Allah yo anane Pangeran, manungso wajib ngawruhi sopo sejatine Pangerane, ing dino Ahad Legi iki anane awal mbukak kawruh kang wis kasebut ono sajrone wawasan Ahad Legi.
Ahad neptu 5 gegambaran soko sedulur Papat ke Limo Pancer, wujud nunggal dadi Badan Kasar, kasebut njobo.
Legi Neptu 5, ono anane njero yo Badan Alus wujud soko anane :
1. Roso : soko Sifat Aluamah, Mutmainah, Arnarah, Supiyah, lsp.
2. Roh : soko manunggale Uripe Kekewanan.
3. Nyowo : soko manunggale Uripe Kekayonan yo Tetanduran.
4. Atmo : soko Gondo Arum Asmane ( sampurnane Budi - Luhur / Ahlak yang terpuji Umat ) alame Asmo Leluhure.
5. Sukmo : soko Kanugrahane Pangeran.
Ing ngisor iki satemene anane tatanan Roso kang dumunung ono sajrorie Badan saujude Manungso :
A. Roso : 1. Rasana Pangerane.
2. Roso Sejati yo Sejatine Roso, Roso kang wujud soko manunggale Roso Rasane Jagad Dumadi marang Roso Rasane Jagad Royo koyo to:
a. Uyah iku asin, asin durung mesti anane uyah,
b. Gulo iku legi, Legi durung mesti anane gulo,
c. Asem iku kecut, kecut durung mesti anane asem.
3. Roso Poncodriyo
a. Pangroso /Pangucap,
b. Panggondo,
c. Pandulu, d. Pangrungu,
e. Pangrobo.
4. Roso kang wujud soko anane manunggale Roso Sifat Aluamah, Mutmainah, Amarah, Supiyah.
5. Rasane Umat yo anane Roso Rumongso kang wujud soko kemampuane Umat anggone nunggalake Roso Rasane Pangeran, Roso Poncodriyo, Roso Sejati - Sejatine Roso, Roso soko anane Sifat Aluamah, Mutmainah, Amarah, Supiyah wujud nunggal ono ing anane Laku yo anane Tingkah Laku Budi Howo saben dinane kang bakal mujudake anane Akhlak kang minulyo.
6. Roso Rasane Urip Manungso Sejati, wujud soko nunggal nyawiji anane sakabehe Roso kang kasebut ing duwur mau.
Soko kawruh kang wis kabeber ing duwur, kito biso anglakoni nunggalake Rasane Umat wujud nunggal marang Rasane Pangeran sake wujud jumbuhe angen-angen lan nunggale kekarepan.
A. Roh : Roh iku Uripe Kekewanan kang nunggal marang Badan saujude Manungso, ananne Kanugrahan soko Pangeran kanggo netepi Serat Sastro Jendro Hayuningrat, Mahayu Hayu Ning Bawono.
B. Nyowo : Nyowo anane Uripe Tetukulan / Tetanduran kang nunggal marang Badan saujude Manungso, anane Kanugrahan sake Pangeran kanggo netepi wajib mapakake Serat Sastro Jendro Hayu Ningrat, Mahayu Hayu ning Bawono.
C. Atmo : Atmo iku Alame Asmo, wujud nunggal marang Manungso sake Dino kalahirane lan tetengeran yo Jeneng yo Aran kang sinebut sake Wongtuwane, kang kudu rinekso Manungsane supoyo biso anggondo Arum.
D. Sukmo : Sukmo yo anane tetengeran soko Pangerane kanggo papan nunggale Kawulo Gustine.
Soko katerangan ing duwur mall manungso biso njupuk Hak sake Pangeran yen manungso mau wis biso nglakoni kang dadi wajibe, yo soko wis biso anglakoni anane Mahayu Hayuning Bawono.
Roh iku Uripe Kekewanan kang nunggal marang Badan saujude Manungso, anane Kanugrahan sake Pangeran kanggo netepi wajib mapakake Serat Sastro Jendro Hayu Ningrat, Mahayu Hayu ning Bawono.
Ahad Legi yo biso kawoco A iku anane Ho lan Le iku anane La koyo kasebut ing ngisor iki :
1. A – Aku : Aku anane Pangeran, kang mengku anane Kitab Serat Layang Kalimosodo,
2. La – Laku : Laku, lakune Manungso ono sajrone bebering Kitab Serat Layang Kalimosodo,
Pangeran kang mengku Karep nunggal marang Kekarepanne Manungso mujudake gegayuhan kang kinarepake manungsane.
Kang biso nunggalake lan ngerteni wektu Badan Kasar nunggal marang Badan Alus kudu biso netepi anane Wahyu Trias Wiji yoiku sake :
a. Tekun, anane nota nafase,
b. Temen, anane tingkah lakune,
c. Teliti, marang satindak - laku lan obah musike kahanan,
d. Awas, marang anane Gudo - Cuba - Pengaruh - Gangguan,
e. Sabar, marang sepapadane Urip.
Bakal biso ketemu marang Alam Kelanggengane yo Mulyane Urip ing tembe.
III. Seloso Pon : Seloso : huruf awal So - Neptune = 3
Neptu 10 : Pon : huruf awal Po - Neptune = 7
Yen huruf awal kajumbuhake unine Sapo, ing kene mowo maksud Manungso wajib ngawruhi sapo Sejatine Pangerane lan sapo Sejatine Manungso, opo kekarepanane Pangeran kanti sake Kanugrahane Manungso mudun Urip ing Alam Dunyo, opo kang dadi Hak-e Manungso ing Alam Dunyo lan opo kang dadi Kewajibane Urip ing Alam Dunyo.
Sejatine Pangeran lan Sejatine Manungso yen ora kaliru kasebut koyo ing ngisor iki:
1. Dzat-e Hu ayang-ayangane wujud dadi Dzat-e Alloh yo kasebut Dzat-e Pangeran.
2. Dzat-e Alloh yo kasebut Dzat-e Pangeran, ayang-ayangane wujud dadi Nur Muhamnlad yo kasebut Wahyu I Sukmane Jagad Royo.
3. Nur Muhammad yo kasebut Wahyu / Sukmane Jagad Royo, ayang-ayangane wujud nunggal dadi Jasad, sake Kanugrahane Pangeran dadi Badan saujud-e Manungso.
Koyo wektu Pangeran nyipto anane Kanjeng Nabi Adam as., sake ruwet ¬krenteg-e Urip, Pangeran nyipto anane Ibu Howo kanggo netepi Sampumane Urip Manungso, sake Sampurnane Urip Manungso kanggo netepi Gumelare Urip, Kanjeng Nabi Adam as. lan Ibu Howo kaudunake ono ing Alam Padang yo anane Alam Dunyo soko Kanugrahane Pangeran.
Soko kaweruh ing duwur, ing keno ono anane sarine Gumelare Drip kang awal koyo ing ngisor iki :
1. Hu netepi anane Alloh, banjur Nur Muhammad netepi isine Jagad Royo, banjur anane Manungso. Ing keno ketemu anane ongko 3, kang dadi Neptune Dino Seloso, yo anane Wadah Panyuwunan.
2. Netepi anane Gumelare Urip ing Alam Dunyo turun remuntun ketemu anane, Cukul - Ngendok - Manak, ing kene ketemu ugo anane ongko 3, kang dadi Neptune Dino Seloso.
Satemene Pangeran ora anduweni Karep opo - opo sake anane Manungso, amung ing keno ono anane Geter-e Urip, kang katuntun sake anane Serat Layang Kalimosodo, Kanugrahane Pangeran kanggo adeg - dedeg Urip Bebrayan ing Alam Dunyo, netepi Gumelare Urip Manungso.
Soko Geter-e Urip lan anane Serat Layang Kalimosodo, ing keno wis wujud anane Hak kang ono anane soko lakune Urip Manungso, katuntunake sake Kanugrahane Pangeran ono ing :
1. Serat Al Fatikah, satemene wujud Pasemon sake Lakune Urip Manungso, “kanggo netepi Urip Bebrayan ing Alam Dunyo, netepi Wajib-e Urip koyo ing Serat Sastro Jendro Hayu Ninggrat, Mahayu Hayu ning Bawovo, kang utomo Tapak Laku yo obah - mosike Budi - Howo ono ayat ” Ihdinash shirothol mustaqim ” lan ” Ghairil magdhuubi ‘alaihim wa ladhdhaalliin “, ing Serat Al Fatikah iki ketemu anane ongko 7, soko anane ayat Serat Al Fatikah kang dadi Neptune Pasaran Pon yo ono ongko 7, netepi wujud isine Urip yo Drajat-e Urip ing ngarsane Pangerane.
2. Do’a Sapu Jagad ” Robbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanataw wa fil aakhiroti hasanataw wa qinaa ‘adzaaban naar ” ing kene soko isine maksud dadi arahe Urip Manungso ing ngarsane Pangeran, Slamet Dunyo - Slamet Akhirat, soko anane Slamet Akhirat ono ongko 7 kang nyebutake anane Swargo lapis 7 Neroko lapis 7. ongko 7 dadi isine neptu Pasaran Pon, yo anane arahe isine Urip.
Soko anane kawruh ing duwur, kang nerangake anane Urip lan Pati, nerangake anane Tatanan Slamet yo anane Tatanan Islam.
M a t i
a. Papane Ikhlas, ketemu Lego - legowo.
b. Sampurnane ono 5 perkoro :
1. Sing mati Poncodriyo.
2. Kang teko Pesti.
3. Kang lunggo Sukmo.
4. Kang bali Jasad/Badan/Dzat.
5. Kang ditinggal Asmo.
c. Sesebutane iku ono 4 perkoro :
1. Mati manyasar.
2. Mati manyusup.
3. Mati manitis.
4. Mati manatas.
Anane gegambaran mau biso kawoco manowo Pangeran anggone nyipto Manungso ora sadermo ” Kun fayakun “, mbutuhake wektu yo anane Neptu kang jlimet koyo Kersane, amarga Manungso kadadekake Kholifah / Pemimpin ing Alam Dunyo, sapo kang kliru anggone nemtokake anane Urip yo ketemu ke1iru anggone mbalik marang asale.
Koyo salah sijine carito kang keno kaematake ono ing ngisor iki :
Wektu Kanjeng Nabi Muhammad saw ono sajroning Mi’raj, Pangeran ngandikan soko walike Tirai / tabir,. Tirai / tabir iku anane soko asta / tangan sak kloron, sak temene kang kasebut Tirai / tabir iku sajatine yo anane Kalimah Syahadat yo Kitab Layang Kalimosodo, dunung ono epek-epek tangan kiwo lan tengen, nulis pakaryane, sarto epek-epek suku / sikil kiwo- tengen kanggo nulis tingkah-laku kang katindakake saben dino, supoyo kito Urip ono sajeroning Alam Dunyo iki biso tansah waspodo tan ngati-ati, koyo kang kasebut ing ngisor iki :
1. Ati-ati ojo gumampang ndedegi urip ing Alam Dunyo ( Marcopodo - ono tengah), amarga anane urip ing clam dunyo kudu biso njejegi sifat adil, kuwoso ngatur urip pribadi soko bebering Kalimah Syahadat yo Kitab Layang Kalimosodo, supoyo ora gampang keblidru marang samubarang kang durung mesti anane, amarga Kalimah Syahadat yo Kitab Layang Kalimosodo iku sejatine Tulisan Takdir kito kang wus dikersakake netepi Kamulyane Drip, yen Tulisan Nasib amarga soko kito mburu Nepsu lan keblidru marang samubarang kang durung mesti anane amarga kurang Imane.
2. Kang katoto ono tengah sajatine dedeg bebering Kitab Layang Kalimosodo, yo anane Kahanan Drip kito Pribadi ono lakune Urip, lakune Urip nunggalake anane Jagat Royo marang Jagat Dumadi sampurno wujud sajerone ono anane Alam Kelanggengan .
3. Amargo anane Urip iku kudu mangerteni Dedeg Urip Pridadi marang Dedeg Uripe Kaluargo kaembanake marang Wujud Gumebyar gelar Cahyone Urip, yo anane Kawibawan kito Pribadi
4. Urip Pribadi mangerteni sapo sing njaluk mangan-ngombe, ono kadedayan ope sajrone mangan lan ngombe, sarto wujud ngrungkepi rage dapi ope ?
a. Sing njaluk mangan lan ngombe iku anane Aluamah sifate Bumi, kudu biso rumekso Uripe, anane wujud kuoso nyukulake wiji kekarepan lan biso nyukupiopo kang dadi isine pangangen - angen sarto mujudake ono anane Gumelare Urip, mapake anane Sifat Gusti Kang Moho Suci kang asifat Jalal, yo dedege Gusti Kang Moho Agung, kuoso ngayomi Urip Pribadi, Urip Kaluargane.
b. Sing mangan lan ngombe iku anane Mutmainah sifate Banyu, kudu biso ndedegi kuwasane Gusti Kang Moho Adil, ora gampang kasemsem marang ka¬indahane Jagat Royo, ora melik marang barang kang durung mesti Hak anane, mapakake Sifat Gusti Kang Moho Suci kang asifat Jamal, mumpuni gawe ka-¬Elokane Jagat, kuoso note anane wujud sarine pangangen - angen biso gumebyar sanaliko, netepi sampurnane Rogo Sejati kanggo nyukupi kabutuhan Kaluargane.
c. Sajroning mangan lan ngombe ono kadadeyan sake anane Amarah sifate Geni, sajrone urip kudu biso mapakake Santosane Urip, ora ambeg siyo marang liyan, biso dadi panunggule bebrayan, yo anane Sifat Gusti Kang Moho Suci kang asifat Kahar, mumpuni ing gawe mujudake ka-Wisesane Gelare Urip Pribadi kito marang ka-Santosane Urip Kaluargo.
d. Sajroning mangan lan ngombe ono wewujudan sake anane Supiyah sifate Angin, sajroning urip kudu biso mapakake dedeg urip pribadi kito kang unggul ing drajat, ora gampang keno owah gingsir ono sajrone gelare urip yo obah ¬musike jaman, yo anane Sifat Gusti Kang Moho Suci kang asifat Kamal, biso dadi Pepujine Urip ing Jagat Royo soko anggone biso Sampurno note Urip Kaluargane lan Urip Pribadi kito ono ing bebere Kitab Layang Kalimosodo.
e. Kumpule ope kang dipangan lan diombe mapakake anane Gondo, sumrambah ono sajrone Rogo nguripi anane Doyo - Roso, mujudake anane nungale niyat ono sajrone angen - angen ngrungkepi mantepe karep, biso wujud gumelar keturutan kang dadi panyuwunane, unggul drajat uripe. Ojo nganti keliru utowo kasemsem marang gumebyare ka-Elokane kekarepan, ben biso Mulyo Urip ing Dunyo Akhirate.
Ojo nganti kasemsem marang ka-Indahane wewujudan kang Elo,k asal soko Aluamah, Mutmainah, Amarah tan Supiyah ben ora keduwung ing tembe mburi. Sajatine mangan lan ngombe iku wewujudan awal nunggalake anane Jagat Royo marang Jagad Dumadi supoyo biso karoso Panguasane Jagad Royo ono sajrone Rogo, menowo teller kudu kalarasake marang Nafas netepi anane Geter, Gerak, Pangucap, lan Pangawasane Urip Pribadi kito nunggal nyawiji ono sajrone Urip Sejati.
A. Nafas ono ing (tanpo eling)
1. Wadug : Uripe Bumi, nguripi Aluamah anane Serakah.
2. Ginjel : Uripe Banyu, nguripi mutmainah anane Iri drengki.
3. Paru paru : Uripe Angin, nguripi Supiyah anane Sombong jumawa.
4. Jantung : Uripe Geni nguripi Amarah anane Sereng murko.
5. Ati : Uripe Watu, nguripi kang ngaku Jati Diri anane Pengkuh kaku .
B. Nafas lungguh mapan ing ( eling )
1. Wadug : Netepi eneng- ening mujudake sifat Dermo Sabar.
2. Ginjel : Netepi eneng-ening mujudake sifat Samudono sembarang gawe biso.
3. Paru paru : Netepi eneng-ening mujudake sifat Mengku Drip, Ngayomi.
4. Jantung : Netepi eneng-ening mujudake sifat Wiseso, Santoso Uripe.
5. Ati : Netepi eneng-ening mujudake sifat Kuoso, Sampurno nota Uripe

Sabtu, 16 April 2011

BADRANAYA

SEMAR
SEMAR adalah titisan Shang Hyang Bhatara Ismaya yang sebelumnya hidup di alam Sunyaruri. Turun ke dunia dan manitis di dalam diri Janggan Semarasunta seorang abdi dari Sapta Arga, mengingat bersatunya antara Bhatara Ismaya dan Janggan Semarasunta kemudian populer dengan nama Semar yang merupakan penyelenggaraan Ilahi. Maka kemunculan tokoh Semar diterjemahkan sebagai kehadiran Sang Pencipta dalam kehidupan nyata. Dengan cara yang tersamar penuh misteri.

Dari bentuknya saja tokoh ini memang sulit untuk ditebak atau tidak mudah untuk diterka. Wajahnya adalah wajah laki-laki. Namun badannya serba bulat, payudara montok seperti layaknya seorang wanita. Rambut putih dan kerut wajahnya menunjukkan bahwa ia telah berusia lanjut, namun rambutnya yang dipotong kuncung seperti anak-anak. Bibirnya berkulum senyum, namun matanya selalu mengeluarkan air mata. Ia menggunakan kain sarung bermotif kawung, memakai sabuk tampar, seperti layaknya pakaian yang digunakan oleh kebanyakan abdi. Namun bukankah ia adalah titisan dari Bhatara Ismaya seorang Dewa anak dari Shang Hyang Wasisa Pencipta Alam Semesta seperti yang telah kita lihat dalam urutan asal usul manusia sejak dari Shang Hyang Tunggal?

Dengan bentuk dan gambaran yang demikian, dimaksudkan bahwa Semar selain sebagai sosok yang syarat misteri, Ia juga sebagai simbol kesempurnaan hidup. Di dalam Semar terdapat karakter wanita , karakter laki-laki, karakter anak-anak dan karakter orang dewasa atau orang tua. Ekspresi gembira dan ekspresi sedih bercampur menjadi satu. Kesempurnaan tokoh Semar menjadi lengkap ditambah dengan jimat Mustika Manik Astagina, pemberian Shang Hyang Wasisa atau Shang Hyang Tunggal , yang disimpan dikuncungnya. Jimat tersebut mempunyai delapan daya yaitu: terhindar dari lapar, ngantuk, asmara, sedih, capek, sakit panas, dan dingin. Delapan kasiat dari jimat Mustika Manik Astagina tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa, walaupun Semar hidup didalam alam kodrad, Ia berada diatas kodrad itu sendiri. Ia adalah simbul misteri kehidupan, sekaligus juga dari kehidupan itu sendiri.

Jika kita memahami hidup adalah merupakan anugerah dari Shang Maha Hidup, maka Semar merupakan anugerah Shang Maha Hidup yang hidup dalam kehidupan nyata. Tokoh yang diikuti Semar adalah gambaran yang riil, bahwa sang tokoh tersebut senantiasa menjaga, mencintai, dan menghidupi hidup itu sendiri, yaitu hidup yang berasal dari Sang Maha Hidup. Jika hidup itu dijaga, dipelihara, dicintai maka hidup itu akan berkembang mencapai puncak dan menyatu kepada Sang Sumber Hidup, manunggaling kawulo kalawan Gusti

Pada upaya bersatunya kawulo lan Gusti inilah, Semar dan perananannya menjadi penting. Karena di dalam makna yang disimbolkan dan yang terkandung dalam tokoh Semar, orang akan mampu mengembangkan hidupnya hingga mencapai titik kesempurnaan, dan menyatu dengan Tuhan atau Shang Hyang Tunggal.

Selain sebagai simbol sebuah proses kehidupan yang akhirnya dapat membawa kehidupan seseorang kembali dan bersatu kepada Sang Sumber Hidup, Semar menjadi tanda sebuah rahmat Ilahi (Wahyu) kepada titahnya. Ini disimbolkan dengan kepanjangan dari nama Semar, yaitu Badranaya. Badra artinya Rembulan atau suatu keberuntungan yang baik. Sedangkan Naya artinya: adalah perilaku kebijaksanaan. Badranaya artinya : di dalam perilaku kebijaksanaan yang baik, tersimpan sebuah keberuntungan yang baik. Bagai orang kejatuhan rembulan atau mendapat wahyu.

Namun ada pula yang mengartikan Badra sebagai Bebadra yaitu membangun sebuah sarana dari dasarnya, serta Naya dari Nayaka yaitu utusan dalam hal Tata Susila. Jika digabungkan mempunyai makna “Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Tuhan demi kesejahteraan manusia.”

Dalam lakon wayang, yang bercerita tentang Wahyu, tokoh Semar Badranaya menjadi rebutan para Raja dan Ksatria. Karena dapat dipastikan dengan memiliki Semar Badranaya, maka Wahyu akan berada dipihaknya.

Dalam hal ini sangatlah menarik, karena ada dua sudut pandang yang berbeda. Ketika para Raja, Ksatria, dan para pendeta memperebutkan Semar Badranaya dalam usahanya mendapatkan Wahyu. Sudut pandang pertama, mendudukkan Semar Badranaya sebagai saran fisik untuk sebuah target. Mereka menyakini bahwa dengan memboyong Semar Badranaya, Wahyu akan mengikutnya sehingga dengan sendirinya Sang Wahyu akan didapat. Sudut pandang ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok Kurawa atau tokoh-tokoh dari sebrang, atau juga tokoh-tokoh lain yang menginginkan jalan pintas, mencari enaknya sendiri. Yang penting mendapat Wahyu, tanpa harus menjalani lelaku yang rumit dan berat.

Sudut pandang yang kedua adalah mereka yang mendudukkan Semar Badranaya sebagai sarana batin untuk sebuah proses. Konskwensinya mereka mau membuka hati agar Semar Badranaya masuk dan tinggal menyertai dalam kehidupanya. Sehingga dapat berproses bersama meraih Wahyu. Pandangan ini adalah kelompok dari keturunan Sapta Arga. Dari kedua sudut pandang inilah dibangun konflik, dalam usahanya memperebutkan Wahyu. Dan tentu saja berakhir dengan kemenangan kelompok Sapta Arga. Tetapi kita yang notabenya adalah penganut aliran dari Sapta Arga justru merasa kurang yakin dan ragu. Kalaupun kita telah menyakini benar-benar tentang itu, mengapa prinsip dan laku kita jauh dari kelompok Sapta Arga? Kita masih selalu dan selalu mencari enak dan kepenak. Sejauh mana anda mencari hal itu, tentu tak akan anda dapatkan karena itu adalah kepuasan. Dan rasa puas tidak akan pernah berhenti, selama kita memahami segala sesuatu yang masih berbentuk fisik.

Mengapa Wahyu selalu jatuh kepada keturunan Sapta Arga? Karena keturunan Sapta Arga selalu mengajarkan perilaku kebijaksanaan. Di kalangan keturunan Sapta Arga, ada sebuah warisan tradisi spiritual yang kuat dan konsisten dalam hidupnya. Tradisi itu antara lain : sikap rendah hati, suka menolong sesama., tidak serakah, melakukan tapa, mengurangi makan dan tidur, serta lelaku batin yang lainnya. Karena tradisi-tradisi itulah keturunan Sapta Arga menjadi kuat, kemudian diasuh oleh Semar Badranaya. Yang menjadi pertanyaan saya sekarang adalah : mungkinkah kita bisa mewarisi tradisi itu ditengah-tengah kehidupan yang pragmatis?

Masuknya Semar Badranaya dalam setiap kehidupan, menggambarkan masuknya Sang Penyelenggara (Shang Hyang Maha Gesang) di dalam hidup itu sendiri. Maka sudah sepantasnya anugerah yang berwujud Wahyu itu akan bersemayam di dalamnya. Karena apa yang tersembunyi dibalik tokoh Semar adalah wahyu. Wahyu yang disembunyikan bagi orang-orang yang tamak dan dibuka bagi orang-orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan. Seperti yang telah dilakukan oleh keturunan Sapta Arga.
Di dalam buku lain, tepatnya Filosofi Jawa saya menemukan catatan yang mengungkap Badranaya. Bebadra: “membangun sarana Dari dasar.”, Nayoko : “Utusan mangrasul, atau caroko”. Di situ disebutkan artinya: Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Tuhan demi kesejahteraan manusia semesta alam.

Ciri-ciri sosok Semar
Adapun ciri-ciri Semar menurut fisiknya, berkuncung seperti anak-anak namun berwajah tua, Semar tertawanya selalu diakhiri nada tangisan. Matanya menangis namun mulutnya tertawa. Semar selalu digambarkan berdiri namun seperti jongkok. Semar tidak pernah memberi perintah, namun selalu memberikan konskuensi atas nasehatnya.


Dalam kebudayaan Jawa, Semar adalah kepala Punakawan yang setia mengasuh keluarga Pandawa. Sosok yang selalu dimintai nasihat dan memang nasihatnya adalah cerminan dari kebenaran, keadilan dan kebijaksanaan. Dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana, penuh misteri namun dipuja. Mengapa? Karena Ia merupakan pengasuh yang sepi ing pamrih rame ing gawe, artinya dalam menolong orang lain, baik itu berupa pertolongan fisik ataupun sekedar nasihat, ia tidak pernah meminta imbalan atas jasanya. Namun, jika ia melihat ada yang kesusahan, tidak diminta pun ia akan memberikan pertolongan dan memberikan apapun yang ia punya. Karena sebenarnya ia adalah seorang Dewa yang dihormati oleh semua Dewa, menitis ke bhumi untuk memayu hayuning bawono, memelihara kedamaian di bhumi.


Sosok Punokawan
Dalam perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan Sapta Arga tidak sendirian. Ia ditemani oleh ketiga anaknya, yaitu : Gareng, Petruk, Bagong. Keempat abdi tersebut dinamakan Punakawan. Dapat disaksikan hampir pada setiap pagelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang Satria keturunan Sapta Arga diikuti oleh Semar., Gareng, Petruk, dan Bagong. Cerita apapun yang dipagelarkan, keempat tokoh tersebut menduduki posisi penting. Kisah mereka selalu diawali dari pertapaan Sapta Arga atau pertapaan lainya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasehat-nasehat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan topo ngrame (tidak memperlihatkan kelebihannya, hanya semata-mata dipergunakan untuk menolong tanpa mengharap imbalan).


Dikisahkan perjalanan Sang Satria dan keempat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas dan makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengancam jiwanya. Namun pada akhirnya Sang Satria, Semar, Gareng, Petruk dan Bagong dapat memetik kemenangan dengan mengalahkan para raksasa, sehingga dapat keluar dari hutan dengan selamat. Berkat Semar dan anak-anaknya Sang Satria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya, dengan selamat.

Semar dan putera-puteranya merupakan refleksi atau penjabaran akan sifat-sifat Ilahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Agar lebih jelas peranan Semar, maka dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat tokoh tersebut merupakan lambang dari Cipta, Rasa, Karsa dan Karya manusia.

Semar mempunyai ciri menonjol pada kuncung putih di kepalanya, sebagai simbol dari pikiran yang bersih, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri menonjol yaitu bermata kero yang berarti rasa kewaspadaan, tangan cekot melambangkan ketelitian dan kaki pincang yang melambangkan kehati-hatian. Petruk adalah lambang dari kehendak, keinginan atau karsa yang digambarkan dengan kedua tangannya. Jika digerakkan tangan depan menunjuk memilih apa yang akan dikehendaki, tangan belakang menggenggam apa yang telah dipilihnya. Sedangkan karya disimbolkan bagong dengan kedua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar. Artinya selalu bersedia bekerja keras. Cipta, Rasa, Karsa dan Karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, Rasa, Karsa dan Karya manusia berada dalam diri pribadi manusia atau jati diri manusia, disimbolkan oleh tokoh Satria.


Gambaran manusia ideal adalah gambaran pribadi manusia yang utuh, manusia paripurna, dimana Cipta, Rasa, Karsa dan Karya dapat menempati posisinya masing-masing dengan harmonis. Untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian Satria dan Punakawan mempuyai hubungan yang signifikan. Tokoh Satria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus dan waspada (rasa), tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).


Kesamaran dalam sosok Semar merupakan simbol dari apa yang di kehendaki oleh Gusti Kang Murbeng Dumadi / Allah Al Khaliq / Sang Hyang Widhi / Tuhan Yang Maha Pencipta, atas seluruh makhluk yang diciptakanNya. Dan dengan mengenal sosok Semar yang sangat mudah dicerna oleh kita yang tinggal di Nusantara, diharapkan kita dapat mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan apa yang tersirat di dalamnya. Kenapa kita semua ada di dunia ini, apa yang seharusnya kita lakukan, dan nanti mau ke mana setelah meninggalkan dunia ini.

Ingat, janganlah sekali-kali menganggap agama kalian masing-masing sebagai yang paling benar dan terbaik, karena hal itu akan membutakan hati. Agama ada, hanya sebagai penata kehidupan individu per individu. Jika Anda memaksakan orang lain harus sama dengan agama Anda, atau tingkat pemahaman orang lain harus sama dengan yang Anda pahami, maka Anda belum memahami apa arti Tuhan itu Maha Mengetahui.

Sadarlah saudaraku sebangsa dan se Tanah Air, mari kita tinggalkan kebutaan kita, ke-egoisan kita. Karena hanya dengan keadaan hati bersih seperti bayi dan mengetahui jati diri, kita bisa saling menghormati. Yang pada akhirnya kita benar-benar bisa mempunyai bangsa yang besar, yang menjadi Mercusuar Dunia.

Batara Semar

Siapa SEMAR..??



Bathara Ismaya ( SEMAR )
MAYA adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu.

Yang ada itu sesungguhnya tidak ada.
Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan.
Yang bukan dikira iya.
Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), sebab takut kalau keliru.
Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar, atau tidak jelas.


Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:
tidak pernah lapar
tidak pernah mengantuk
tidak pernah jatuh cinta
tidak pernah bersedih
tidak pernah merasa capek
tidak pernah menderita sakit
tidak pernah kepanasan
tidak pernah kedinginan

kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia.

Di alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu: Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan, Batara Siwah, Batara Wrahaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera, Batara Tamburu, Batara Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti. Anak sulung yang bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan mempunyai anak cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak tersebut diberi nama Semarasanta dan diperintahkan turun di dunia, tinggal di padepokan Pujangkara. Semarasanta ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di Pertapaan Saptaarga.

Dikisahkan Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika Semarasanta dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong oleh Resi Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke duanya berubah menjadi bidadari yang cantik jelita. Yang tua bernama Dewi Kanestren dan yang muda bernama Dewi Retnawati. Dewi Kanestren diperistri oleh Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa. Mulai saat itu Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan Semarsanta.

Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan)nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta. Dapat dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaqan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.

Jika sedang marah kepada para Dewa, Janggan Semarasanta katitisan oleh eyangnya yaitu Batara Semar. Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah seorang manusia cebol jelek dan hitam, namun sesungguhnya yang ada dibalik itu ia adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.

Karena Batara Semar tidak diperbolehkan menguasai langsung alam dunia, maka ia memakai wadag Janggan Semarasanta sebagai media manitis (tinggal dan menyatu), sehingga akhirnya nama Semarasanta jarang disebut, ia lebih dikenal dengan nama Semar.

Seperti telah ditulis di atas, Semar atau Ismaya adalah penggambaran sesuatau yang tidak jelas tersamar.

Yang ada itu adalah Semarasanta, tetapi sesungguhnya Semarasanta tidak ada.
Yang sesungguhnya ada adalah Batara Semar, namun ia bukan Batara Semar, ia adalah manusia berbadan cebol,berkulit hitam yang bernama Semarasanta.
Memang benar, ia adalah Semarasanta, tetapi yang diperbuat bukan semata-mata perbuatan Semarasanta.


Jika sangat yakin bahwa ia Semarasanta, tiba-tiba berubah keyakinan bahwa ia adalah Batara Semar, dan akhirnya tidak yakin, karena takut keliru. Itulah sesuatu yang belum jelas, masih diSAMARkan, yang digambarkan pada seorang tokoh Semar.

SEMAR adalah sebuah misteri, rahasia Sang Pencipta. Rahasia tersebut akan disembunyikan kepada orang-orang yang egois, tamak, iri dengki, congkak dan tinggi hati, namun dibuka bagi orang-orang yang sabar, tulus, luhur budi dan rendah hati. Dan orang yang di anugerahi Sang Rahasia, atau SEMAR, hidupnya akan berhasil ke puncak kebahagiaan dan kemuliaan nan abadi.

SEJATINING URIP Bag.1

Ngelmu Urip #1

Anane tak wenehi irah-irahan ‘ngelmu urip' amarga ‘ngelmu Jawa' iku pancadane babagan nglakoni urip tumraping manungsa ana ing ngalam donya.Fokus utamane tumuju nglakoni urip sing bener, becik lan pener murih bisa ‘titis ing pati'.‘Titis ing pati' iku ora ngrembuk suwarga lan neraka.Nanging luwih tumuju bisowa ngulihake sakabehing ‘unsur-unsur' kang mangun wujuding ‘manungsa urip' marang sumbere dhewe-dhewe kanthi sampurna.Sing saka unsur alam (geni, lemah, angin, banyu) bali marang sumber-sumbere kang ‘azali'. Sing saka cahya lan teja ya bali marang sumber azaline.Dene suksma (dzat urip, ruh) ya bali marang Suksma Kawekas (Guruning Ngadadi, Dzat Sejatining Urip). Wondene kang maune ‘wujud' ninggala jeneng kang becik kang bisa tinulad dening turas (anak turune).Amarga piwulange ngenani ‘ngelmu urip', mulane piwulang Jawa luwih migatekake babagan urip bebarengan karo sakabehing titah.Kanyatan kang ora bisa dibantah, menawa manungsa ora bisa urip ijen, nanging kudu bebarengan karo manungsa liyane lan sakabehing titah kang manggon ing alam donya (Ngarcapada) kene iki.Holistik, mangkono anggone para ahli menehi tenger marang wawasan (falsafah) Jawa iki. Karepe, menawa sakabehing ‘kang ana' ing alam semesta iki ana sesambungane sacara ‘kosmis-magis'.Kang mangkene iki tumrape wong Jawa sejatine wis mbalung sungsum dadi otot bayu. Karepe, wis dadi ‘naluri dasar' kanggone wong Jawa.Piwulang Jawa kang wujud ngelmu lan laku tumangkare wiwit saka sumber asal biyen-biyene nganti tumekane jaman saiki ora sarana anane ‘sistim pendidikan'.Mung sarana gethok tular ing antarane ‘sesepuh' marang generasi bacute.Nanging pilih-pilih marang sing bias ditulari kawruh. Mulane saya auwe saya tipis lan terasing saka wong Jawa dhewe.Malah-malah saking ora ngertine lan kebacut nyecep kawruh saka kabudayan lan peradaban saka manca banjur nganggep ngelmu lan laku Jawa iku mung gegayutan karo olah kebatinan.Sing ekstrim banjur ngarani yen klenik, tahayul lan gugon tuhon.Kemajuan jaman ing wektu iki ndadekake manungsa mundhak pinter lan mulur nalare. Mula yen ngadhepi bab-bab sing kurang ‘nalar' padha ora tertarik.Kabeh-kabeh dianggep kudu logika penalaran kang klebu akal.Yen ora, dianggep omong kosong nggedebus adol abab.Apamaneh tuntutan kanggo ‘survive' ing jaman saiki butuh ‘segala daya'.Genahe, wektu iki ana ‘pergerakan' peradaban tumraping manungsa sak jagad.Owah-owahan kang dumadi rikat banget lan akeh wong sing ‘bengong' semlengeren ora gaduk nalare kanggo ‘memahami'.Sing operasional kari ‘naluri defensif' supaya tetep ‘survive'.Kabeh butuh urip kang underane (manut Wedhatama): kecukupan kebutuhan sandhang-pangan-papan (kerta utawa arta), kajen keringan ing tengahing bebrayan (wirya) lan pinunjul ngelmu lan kawruhe (winasis).Menawa salah siji bab tetelu mau ora diduweni banjur banget nisthane kang diupamakake ‘luwih aji godhong jati aking'.Senajan diskripsi underane kebutuhan urip wis cetha diterangake, nanging kanyatane ora saben uwong bisa nggayuh kanthi sampurna.Ing tengahing masyarakat ana sing sugih pol ning ya ana sing mlarat banget.Ana sing bisa dadi panutaning liyang (nggayuh kawiryan) nanging ana sing dadi ‘memalaning bebrayan'.Ana sing pinter, nanging ya akeh sing bodho lan bloon banget.Kabeh prabedaning manungsa sing siji lan liyane kanyatane ana ing tenghing masyarakat. Mula ana ‘potensi ketegangan' kang ora ana enteke.Mbok menawa bae sakabehing ajaran agama lan ideologi kang lair ing donya iki salah siji tujuwane kanggo ngawekani murih rukune manungsa.Potensi ketegangan diredam nganggo hukum negara, adat, ajaran agama lan etika moral liyane. Semono uga ngelmu lan laku Jawa uga duwe tujuwan kanggo gawe tata tentrem kerta raharjaning bebrayan.Mung bae, cara Jawa iku lueih tumuju marang rekadaya nata ‘kesadaran' batine manungsa katimbang gawe hukum-hukum kang ngatur tumindake saben manungsa ing bebrayane.Ya kanggo nata ‘kesadaran' iku anane ngelmu lan laku ana ing piwulang Jawa.Pitakone, apa ngelmu lan laku Jawa isih relevan kanggo ngadhepi persoalan urip ing jaman globalisasi wektu iki ?Nilai-nilai budaya lan peradabane manungsa pancen owah gingsir manut jaman kelakone. Ngelmu lan laku kang ana ing piwulang Jawa wernane akeh lan duwe piguna dhewe-dhewe. nanging umume, gunane kanggo kepentingan urip.Kamangka wateking manungsa urip uga werna-werna.Ana sing ‘becik-bener-pener' kanggo kepentingane urip bebarengan, nanging ya akeh sing ‘ala-salah-ngawur' sing ngrusak bebrayan.Anehe, kok ngelmu lan laku kanggo kekarone ya ana kabeh ing jagad Jawa. Kabeh pancadane kanggo sangu nglakoni urip.Kanthi mangkono pancen rada abot angone arep njlentrehake bab sakabehing ngelmu lan laku Jawa.Mulane, murih kepenake anggonku ngaturake ‘Ngelmu Urip' ing postingan iki tak rujukake marang serat-serat kapujanggan kayadene Wulangreh, Wedhatama, lan liya-liyane. Muga-muga Gusti Kang Murbeng Dumadi ngeparengake.

Ngelmu Urip #2

Pancadane ‘Ngelmu Urip' iku ‘eling', yaiku eling marang ‘sejatining urip' utawa ‘hakekating urip' tumraping manungsa.Manungsa iku titah pinunjul katimbang titah liyane.Pinunjule amarga kaparingan ‘perangkat urip' kang ana ing khasanah Jawa disebut ‘cipta-rasa-karsa'. Tinengeran ana ing aksara Jawa:"ha-na-ca-ra-ka" kang tegese ‘utusan' (hananira hananing Hyang) kang diparingi cipta (ca), rasa (ra), lan karsa (ka).Ya peparing ‘cipta-rasa-karsa' iki kang mbedakake titah manungsa karo titah liyane.Kang lumrah siklus urip kang dilakoni manungsa iku:- ‘ana (lair)- dadi momongan wong tuwane- dhiwasa (bisa golek pangan dhewe)- kawin- duwe anak (momong)- ngentasake momongane- mati'.Siklus kang mangkene iki ora ming tumrape manungsa, nanging titah-titah liyane iya duwe siklus mangkene.Tegese, mung nglakoni naluri alamiah. Ora ngoperasionalake perangkat urip peparinging Gusti Kang Maha Kuwasa kang njalari manungsa iku disebut ‘titah utama'.Menawa miturut basa agama Islam manungsa iku dipapanake (diposisikan) dadi ‘Kalifatullah fil ardhi', wakile utawa utusane Gusti Allah neng ngalam donya.Nanging perlu dieling-eling menawa manungsa kang bisa dadi utusan utawa wakile Gusti Allah iku cetha sing bisa ngoperasionalake ‘cipta-rasa-karsa'-ne kang jumbuh karo kersane Gusti Kang Murbeng Dumadi.Dudu sing mung operasional naluri alamiahe kaya kang tak aturake ing ndhuwur.Kanggo bisa operasionalake ‘cipta-rasa-karsa' dibutuhake ‘ngelmu' lan ‘laku'.Ngelmune kanggo mangerteni (memahami) babagan sejatining ‘cipta-rasa-karsa' iku. Dene lakune kanggo mapanake pangerten ngelmu dadi watak-wantu.Menawa dirembuk nganggo basa Inggris ‘watak-wantu' iku nglingkupi :- knowledge,- attitude,- skill,- aptitude, lan- habit kang bisa disingkat KASAH.Ya ing kene iki salah sijine cara kanggo mangerteni unen-unen "ngelmu iku kelakone kanthi laku".Tegese: ngelmu iku bisa manjing dadi watak wantune manungsa manawa dikantheni laku.Gandheng ‘cipta-rasa-karsa' iku manggone ana ing manungsa urip, mula ngelmune ya ngelmu urip, lakune ya laku nglakoni urip.Pitakonane, nek ana ‘ngelmu urip', mesthine ya ana ‘ngelmu mati'.Pancen ya ana,yaiku ‘ngelmu-ngelmu' sing mentingake kanggo persiapan mati. Sakabehing dayaning urip kanggo persiapan mati.Ana kang ‘tata lair', upamane petungan kanggo nyukupi kebutuhane ahli waris njur numpuk bandha kang perlu diwarisake.Ana kang ‘ranah kebatinan', umpamane ngelmu ‘mati sajroning urip' kang pakertine (cara nglakoni) kanthi nglereni obahing ‘cipta-rasa-karsa'.Yaiku tapa brata neng papan sepi nyingkir saka bebrayan (masyarakat).Ngelmu sing kaya mangkono iku ora salah lan ora kleru.Amarga subyektif banget, kaitane karo ‘persepsi' saben uwong babagan jejibahan urip kang beda-beda.Mulane ana ing khasanah Jawa, iya ana ngelmu-ngelmu sing mentingake ‘persiapan mati' iku.Nyuwun pangapunten, babagan ‘ngelmu mati' iki kareben diterangake sedulur liya sing luwih nguwasani.Jujur bae, KSM ora pati mudheng. Ngelmu urip iku ora mung ing babagan tata lair, nanging uga ana gegayutane karo kebatinan.Amarga manut filosofi Jawa, ana gegayutan (hubungan) ‘kosmis-magis' ing antarane jagad cilik (manungsa urip) karo jagad gedhe (alam semesta).Pangertene ndudut saka ‘kawruh sangkan paraning dumadi'.Menawa manungsa urip iku kawangun saka unsur telung perkara, yaiku: materi (bumi lan langit), cahya lan teja, sarta suksma sejati (dzat urip, roh).Katelune unsur-unsur iku asale saka ‘Guruning Ngadadi' kang uga disebut ‘Suksma Kawekas', kang ora liya iya Gusti Kang Murbeng Dumadi sing dadi sesembahane sagunging titah dumadi.Kanthi andaran kasebut ing nduwur, filosofi Jawa kanyatane kanthi cetha wela-wela nerangake anane ‘Sesembahan' kang disebut ‘Gusti Kang Murbeng Dumadi', ‘Hyang Agung", ‘Hyang Suksma Kawekas', ‘Guruning Ngadadi' lan sebutan-sebutan liyane kang akeh banget cacahe.Panjenengane R. Ng. Ranggawarsita ngumpulake sesebutan tumrap ‘Sesembahan' Jawa iku ana ing seratane, ‘Paramayoga'.

BEBUKANING WIRID

Bebukaning Wirid kang amratelakake ganepe patraping amejang ngelmu makrifat kasampurnaning ngaurip, ing jaman semana wis katindakake dening para Wali kabeh, urute sawiji-wiji ing ngisor iki.
Ingkang dingin, wiwitan patrap kang dadi kawajiban, iku guru karo bakal murid pada amet banyu wudu, sarta niayat kang karepe mengkene : “Nawaitu raf’al hadasi suharata walakabirata fardlanlillahi ta ala Allahu akbar” (Niyatingsun amet banyu kadas, angilangake kadas cilik lan gede perlu karana Allah).
Nuli pada dandan anganggo sandangan sarwa suci, ora kena anganggo kang mawa emas, utamane manawa karsa anganggo kuluk, banjur ngliga sarira kekonyo gando wida, sarta nganggo sumping kembang oncen-oncen Surengpati ana ing kuping kiwa, karo nganggo kalung kembang oncen-oncen Margasupana, wangun kaya oncen-oncen usus pitik karangkep telu, utawa nganggo gombyok keris kaya pangaten anyar.
Nuli ing pamejangan katata dipasangi tetuwuhan maju papat,sarta kadodokan lampit kang resik, banjur katumpangan klasa pasair kang tigas, ing duwur pisan katumpangan mori putih saules lapis pitu, apese lapis telu, mawa kasebaran kembang campur bawur.
Nuli sesaosan srikawin salaka putih bobot satail, kadokok ing wewadah tunggal karo lengz sundul-langit, sarta menyan bobot saringgit, kasasaban mori putih mawa pangiring sesanggan gedang agung suruh ayu, jambene tanganan, kasasaban mori putih dadi rong wadah sarta kembar mayang sajodo pada sumaji ana ing pamejangan.
Nuli ing antara manawa wis sirep wong utawa wayah tengah wengi, pada tindak menyang enggon pamejangan, kang bakal kawejang linggih madep mangulon , sarta dedupa ratus kaasepake ing kuping kiwa, banjur ing irung, wekasan ing dada, iku wiwit kawejang teka gurune. Dene kang kawejangake, anurut pamejange para Wali wolu ing Tanah Jawa, kakumpulake dadi sawiji. Wijose pada amet wijining ngelmu kekiyasan saka Dalil pangandikaning Allah, kang kasebut ing dalem Hadis pangandikane Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah marang Sayidina Ali kawisikake ing kuping kiwa, pepangkatane dadi wolung wejangan, kapratelakake ing ngisor iki jarwane kabeh :
1. Wisikan Ananing Dzat
Wejangan punika dipun-wastani wisikan ananing Dzat, awit dening pamejangipun kawisikaken ing talinga kiwa, wiyosipun kasebut ing dalem daliling ngelmi ingkang wiwitan, nukilan saking warahing kitab Hidayat khakaik, amratelakaken wangsitipun Pangeran Kang Maha Suci dhateng Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah, makaten jarwanipun :
“Sejatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhingin iku ingsun, ora ana Pangeran Nanging Ingsun, sajatining Dzat Kang Maha Suci anglimput ing Sipatingsun, anartani ing asmaningsun amratandhani ing afngalingsun”.
2. Wedharan Wahananing Dzat
Wejangan punika dipun wastani Wedharan Wahananing Dzat, awit dene pamejanganipun amarah urut-urutan dumadining Dzat, sipat, wahanipun kasebut ing dalem daliling ngelmi ingkang kaping kalih, nukilan saking sarahing kitab Dakaikalkaik.
Amratelakaken wangsitipun Pangeran Kang Maha Suci dhateng Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah, karaos ing dalem rahsa makaten jarwanipun :
”Sajatine ingsung Dzat Kang Amurba Amisesa Kang Kawasa anitahaken sawiji-wiji, dadi padha sanalika, sampurna saka ing kodratingsun, ing kono wus kanyatan pratandhaning afngalingsun kang minangka bebukaning IraDzatingsun, kang dhingin Ingsun anitahaken kayu aran Sajaratulyakin tumuwuh ing sajroning alam Adamm akdum azali abadi, nuli cahya aran Nur Muhammad, nuli kaca aran Mirhatulkayai, nuli nyawa aran roh Idlapi, nuli damar aran Kandhil, nuli sesotya aran Darah, nuli dhindhing jalal aran Kijab kang minangka warananing Kalaratingsun”.
3. Gelaran Kahaning Dzat
Wejangan punika dipun wastani gelaran kahaning Dzat, awit dening pamejanganipun ambabar dados kanyataan anasiring Dzat sipat, inggih punika nalika Pangeran Kang Maha Suci karsa amujudaken sipatipun. Gumelar kahananipun kasebut ing dalem daliling ngelmi ingkang kaping tiga, nukilan saking Kitab bayan Humirat mupakat kaliyan Kitab Bayan Alip, kitab Madinil Asror, kitab Makdinil Maklum, inggih punika bangsaning kitab tasawup sadaya. Sami amratelakaken wangsitipun Pangeran Kang Maha Suci dhateng Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah karaos ing dalem rahsa, makten jarwanipun ;
”Sajatine manungsa iku rahsaningsun, lan Ingsun iki rahsaning manungsa, karana Ingsun anitahake Adam, asal saking anasir patang prakara : 1. Bumi, 2. Geni, 3. Angin, 4. banyu, Iku kang dadi kawujudaning Sipatingsun. Ing kono ingsun panjingi mudah limang prakara : 1. Nur, 2. Rahsa, 3. Roh, 4. Napsu, 5. Budi, iya iku minangka warananing wajahingsun Kang Amaha Suci”.
4. Pambuka Tata Malige Ing Dalem Bait-al-makmur
Wejangan punika dipun wastani, kayektening kahanan Kang Maha Luhur, inggih punika pambukaning tata malige ing dalem Bait-al-makmur. Awit dening pamejangipun ambuka kodrat iraDzating Pangeran Kang Maha suci, anggenipun karsa anjenengaken maligening Dzat minangka Baitullah wonten ing sarahipun manungsa, punika sajatosipun dados pitedhah kayektening kahanan satunggal-tunggal, anandhakaken kalarating Dzat Kang Maha Mulya langgeng boten kenging ewah saking gingsir saking kahanan jati.
Kasebut ing dalem daliling ngelmi ingkang kaping sekawan nungkilan saking sarahing Kitab Insan Kamil, amratelakaken wangsitipun Pangeran Kang Maha Suci dhateng Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah hayat ingkang kapisan karaosaken ing dalem rahsa, makaten jarwanipun.
”Sajatine Ingsun anata malige ana sajroning Bait-al-makmur, iku omah enggoneng Parameyaningsun, jumeneng ana sirahing Adam, kang ana sajroning sirah iku dimak, iya iku utek, kang ana antraning utek iku manik, sajroning manik iku budi, sajroning budi iku napsu, sajroning napsu iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran, ananging Ingsun Dzat Kang anglimputi ing kahanan jati”.
5. Pambukaning Tata Malige Ing Dalem Bait-al-muharram
Wejangan punika dipun wastani kayektening kahanan Kang Maha Agung. Inggih punika pambukaning tata malige ing dalem Bait-al-muharram, awit dening pamejanganipun pambuka kodrat iraDzating Pangeran kang Maha suci, enggenipun karsa anjenengaken maligening Dzat, minangka Baitullah wonten ing dhadhaning manungsa.
Kasebut ing dalem daliling dados pitedahan kayektening kahanan satunggal-tunggal, anandhakaken kalarating Dzat kang Maha Mulya lenggah boten kenging ewah ginsir saking kahanan jati.
Kasebut ing dalem daliling ngemi ingkang kaping gangsal, inggih ugi sami nukilan saking sarahing Kitab Insan Kamil, amratelakaken wangsitipun Pangeran Kang Maha Suci dhateng Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah, ayat ingkang kaping kalih karaos ing dalem rahsa makaten jarwanipun :
”Sajatine Ingsun anata malige ana sajroning Bait-al-muharram, iku omah enggoning lelaranganingsun, jumeneng ana ing dhadhaning Adam, kang ana ing sajroning dhadha iku ati, kang ana ing antaraning ati iku jantung, sajroning jantung iku budi, sajroning budi iku jinem, iya iku angen-angen, sajroning angen-angen iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran, anging Ingsun Dzat kang anglimputi ing kahanan jati”.
6. Pambukaning Tata Malige Ing Dalem Bait-al-mukaddas
Wejangan punika dipun wastani ; kayektening kahanan Kang Maha Suci, inggih punika pambukaning tata malige ing dalem Bait-al-mukaddas, awit dening pamejangipun ambuka kodrat iraDzating Pangeran Kang Maha Suci angenipun karsa anjenengaken maligening Dzat, minangka Baitulah katata wonten ing kontholing manungsa. Punika sajatosipun ugi dados pitedhahan kayektening kahanan satunggal-tunggal, anandhakaken kalarating Dzat Kang Maha Mulya, lenggah boten kenging ewah gingsir saking kahanan jati. Kasebut ing dalem daliling ngelmi ingkang kaping enem, inggih ugi sami nukilan saking sarahing Kitab Insan Kamil. Amratelakaken wangsitipun Pangeran Kang Maha suci dhateng Nabi Muhammad Rasulullah hayat ingkang kaping tiga, karaos ing dalem rahsa makaten jarwanipun :
”Sajatine Ingsun nata malige sajroning Bait-al-mukkadas, iku omah enggoning Pasuceningsun, jumeneng ana ing kontholing Adam, kang ana sajroning konthol iku pringsilan, kang ana antarane pringsilan iku nutfah, iya iku mani sajroning mani iku madi, sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning manikem iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran angin Ingsun Dzat kang nglimputi ing kahanan jati, jumeneng sajroning nukat gaib, tumurun dadi johar awal, ing kono wahananing alam ahadiyat, alam wahdat, alam wahidiyat, alam arwah, alam misal, alam ajsam, alam insan kamil, dadining manungsa sampurna yaiku sajtining sipat Ingsun”.
7. Panetep Santosaning Iman
Wejangan punika dipun wastani panetep santosaning iman, abebuka sahadat jati, awit dening pamejangipun amangsit ingkang dados pikekahing pangandel kita, denira angestokaken dhateng kayektining gesang kita pribadi, manawi sampun tetep minangka tajalining Pangeran Kang Maha Suci sajati. Kasebeut ing dalem ijemak riwayating para wiliyullah, nukilan saking kadis makdus, salebeting bab maklumatul uluhiyah. Wiyosipun anyariyosaken kakekating taukid. Ingkang terus dhateng iktikad, wewiridan saking cipto sasmitanipun Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah ingkang kawangsittaken dhateng sayidina Ali, makaten jarwanipun :
”Ingsun anekseni satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun lan anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun”.
Menggah dunungipun makaten :
a. Ingkang dipun wastani Pangeran meniko Dzating gesang kita pribadi, sebab sajatosipun sagung asya sami kukum napi sadaya, tegesipun asya ; sawiji-wiji, tegesipun napi, boten wonten, mila kasebut boten wonten Pangeran isbatipun inggih namung Dzating gesang kita pribadi. Tegesing isbat ; tetep, dados teteping ingkang anyebut kaliyan ingkang sinebut Pangeran punika boten wonten sanesipun, suraos tunggal tanpa wewangenan amung kaot lair batin kemawon.
b. Ingkang dipun wastani Muhammad punika sipating cahya kita, mila dipun basakaken utusan, amargi dados pangeran rahsaning Dzat, kawistara wonten ing netya, kados ingkang kasebut wonten ing dalil salebeting Qur’an makaten jarwanipun :
“Sayekti temen-temen teka ing sira kabeh, utusaning Dzat metu saka ing awakira kang maha mulya, mungguhing utusan iku anembadani barang saciptanira, yen angandel sayekti antuk sih pangapuraning Pangeran”.
Manawi sampun anampeni dalil Qur’an pangandikanipun Pangeran Kang Maha Suci makaten wau, dipun waskitha ing galih. Inggih gesangkita pribadi wahananing nugraha, kahananing kanugrahan. Nugraha punika Dzating Gusti, kanugrahan punika sipating kawula, tunggal tanpa wewangenan dumunung wonten ing badan kita. Sampun uwas sumelang malih, sebab ingkang kasebut ing Kitab Insan Kamil amarah manawi namaning Allah punika inggih namaning Muhammad. Umpami sabet kaliyan warangkanipun. Ing mangke Allah minangka warangka, Muhammad minangka sabet, ing tembe wewangsulan.
Wisiyating guru ingkang amedharaken ngelmi panetep santosaning iman, kaprayogekaken sami anglampahana boten karsa dhahar ulam lembu. Kabar angsal paedah manjing dados putra muridipun Kanjeng Susuhunan ing Kudus, kaidenan ingkang dados saesthining galihipun.
Wonten riwayating guru manawi amedharaken ngelmi panetep santosaning iman, ingatasipun amejang dhateng pawestri, wenang kawewahan makaten jarwanipun.
”Ingsu ankeseni, satuhune ora ana Pangeran anging ingsun, lan anekseni Ingsun, satuhune Muhammad iku utusan Ingsun Fatimah iku umat Ingsun”.
8. Sasahidan
Wejangan punika dipun wastani sasahidan, awit dening pamejanganipun kinen asahida dhateng wahananing sanak kita. Inggih punika ananing dumadi ingkang gumelar wonten ing alam dunya, kadosta, bumi, langit, wulan, lintang, latu, angin, toya, sapanunggalipun sadaya. Sami aneksenana yen kita mangke sampun purun angakeni “ Jumeneng Dzating Gusti “ Kang Maha Suci, dados sipating Allah Kang sajati. Kasebut ing dalem kiyas wewarahing para pandhita, anggenipun amencaraken nukilan saking kadis mahdus, salebeting bab Maklumating Huluhiyah. Wosipun anartani ing panetep santosaning iman, dados panuntuning tokid ingkang ambontos dhateng iktikad. Inggih ugi pepiridan saking cipta sasmitaning Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah ingkang kawangsitaken dhateng Sayidina Ali, makaten jarwanipun ;
”Ingsun anekseni ing Dzatingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran, anging Ingsun, lan anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun, iya sajatine kang aran Allah iku badan Ingsun Rasul iku rahsaningsun, Muhammad iku rahsaningsun, iya Ingsun kang urip tan kena ing pati, iya Ingsun kang eling tan kena ing lali, iya Ingsun kang langgeng ora kena gingsir ing sawiji-wiji, iya Ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana Ora kekurangan ing pangerti, Byar sampurna padang tarawangan, Ora krasa apa-apa Ora ana katon apa-apa, Amung Ingsun kang anglimuti ing alam kabeh kalawan kodratingsun”.
Menggah dunungipun makaten :
Ingkang dipun wastani Pangeran punika Dzating gesang kita pribadi, ingkang dipun wastani Muhammad punika sipating cahya kita pribadi. Manawi ingkang kasebut ing dalem dhikir “ La Illaha Ilullah, Muhammad Rasulullah “ tegesipun boten wonten Pangeran anging Allah, Nabi Muhammad punika utusaning Allah punika afngaling Rasul, dumunung ing badan kita. Rasul punika asmaning Muhammad, dumunung ing rahsa kita. Muhammad tuwin sipating cahya, dumunung ing gesang kita. Sajataning gesang kita punika, Dzating Pangeran Kang Maha Suci. Kayektosanipun kasebat ing dalem daliling Al Qur’an, manawi Pangeran Kang Mahasuci punika kawasa amijilaken gesang saking pejah, wijiling pejah saking gesang, inggih gesang kita pribadi punika. Sayekti awit saking pejah, ing wekasan boten kenging pejah. Dipun basakaken ; kayun pidareni. Tegesipun : gesang ing kaanan keakalih, wonten ing alam sahir kita gesang, wonten ing alam kabir inggih gesang. Sarta boten kasupen ing Dzat kita kang agung, boten ewah gingsir ing sipat kita kang elok, boten kasamaran ing sama kita kang wisesa, boten kekirangan ing afngal kita kang sampurna, dados pepuntoning taukid ingkang ambontos dhateng iktikad. Sampurnaning gesang kita punika boten wonten karaos utawi tanpa katinggal punapa-punapa. Amung waluya sajati lajeng anglimputi ing alam sadaya ; sampun uwas sumelang.
Wasiyating guru ingkang medharaken ngelmi sasahidan, kaprayogekaken sami anglampahana sampun ngantos anyebut Allah, kaisbatna anyebut Pangeran, kadosta : ing bebasan saking karsaning Allah, isbatipun saking karsaning Pangeran. Kabar pakantukipun ingkang sampul kalampahan asring kadhawahan ilham. Dados amewahi teranging pambudi, ananing wasiyating guru ingkang sami kawaleraken sadaya punika manawi kasupen boten dados punapa, sebab sajatosipun ingkang dados awisaning ulah ngelmi kasampurnan punika namung napsu. Manawi saged ambirat hawa napsu, saking aDzat kadunungan manah awas tuwin emut. Manawi tansah awas emut saestu manggih kamulyan ing sangkan paran sasaminipun kados riwayating para ahli ngelmi ingkang kasebut ing ngandhap punika :
a. Taberi suci temen ; Minangka pambirating durgandana ing tembe, tegesipun ; ganda awon.
b. Angengirangi dhahar nginum ; Minangka paluluhaning raga ing tembe.
c. Angawisi sare shawat ; Minangka pangluyutaning jiwa ing tembe.
d. Nyenyuda napsu wuwus ; Minangka panglenyepaning rahsa ing tembe.
Manawi sampun lenyep rahsanipun, kabar dumugining delahan ing tembe lajeng layat dados cahaya gum, ilang tanpa wewayangan ing kaanan kita kang sejati. Punika sarehning kula dereng saged anglampahi piyambak, dados namung anyumanggakaken ing pamanggihing galih kemawon. Bokmanawi kalampahan makaten inggih wallahu alam katarimahipun.
Sawise ganep pamejange, nuli amarah patrape paraboting ngilmu dadi wolung pangkat, kasebut ing ngisor iki :
1. Pamuja.
“Ana pepujaningsun sawiji, Dzate iya Dzatingsung, sifate iya sifatingsun, asmane iya asmaningsun, afngale iya afngalingsun, Ingsun puja ing patemon tunggal sakahananingsun, sampurna kalawan kudratingsun”.
2. Tobat utawa Panalangsa.
“Ingsun analangsa maring Dzatingsun dewe, regeding jisimingsun gorohe ing atiningsun, serenge ing napsuningsun, laline ing uripingsun salawas-lawase ing mengko Ingsun ruwat sampurna ing sadosaningsun kabeh saka ing kudratingsun”.
3. Pangruwat.
“Ingsun angruwat kadangingsun papat kalmia pancer kang dumunung ana ing badaningsun dewe, Mar Marti Kakang Kawah Adi Ari-ari Getih Puser, sakehing kadang ingsun kang ora katon lang kang ora karawalan, utawa kadangingsun kang metu saka marga ina, sarta kadangingsun kang metu bareng sadina kabeh pada sampurnaa nirmala waluya kahanan jati dening kudratingsun”.
4. Saksi ing Dzat Kita, kaya Sasahidan.
“Ingsun anakseni ing Dzatingsun dewe, satuhune ora ana Pangeran, anging Ingsun, lan anakseni Ingsun, satuhune Muhammad iku utusaningsun, iya sajatine kang Allah iku badaningsun, Rasul iku rahsaningsun, Muhammad iku cahyaningsun, iya Ingsun kang urip ora kena ing pati, iya Ingsun kang eling ora kena lali, iya Ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati, iya Ingsun kang waskita ora kasamaran ing sawiji-wiji, iya Ingsun Kang Amurba Amisesa Kang Kawasa Wicaksana ora kekurangan ing pangreti, byar sampurna padang terawangan, ora karasa apa-apa, ora ana katon apa-apa, mung Ingsun kang anglimputi ing alam kabeh kalawan kudratingsun”.
5. Anucekake Sakehing Anasir.
“Ingsun anucenaken sakaliring anasiringsun kang abangsa jasmani, suci mulya sampurna anunggal kalawan sakaliring anasiringsun kang abangsa Rochani, nirmala walya ing kahanan jati dening kudratingsun”.
6. Angawinake Badan Karo Nyawa.
“Allah kang kinawin, winalenan dening Rasul, pangulune Muhammad, saksine Malaekat papat, iya iku Insun kang angawin badaningsun, winalenan dening rahsaningun, kaunggahake dening cahyaningsun, sinaksenan dening Malaekatingsun papat, Jabarail, iya iku pangucapingsun, Mikail pangambuningsun, Israfil paningalingsun, Idjrail pamiyarsaningsun, srikawine sampurna saka ing kudratingsun”.
7. Sangkan Paraning Tanazultarki.
“Ingsun mancad saka ing alam Insan Kamil, tumeka ing alam Ajsam, nuli tumeka ing alam Misal, nuli tumeka ing alam Arwah, nuli tumeka ing alam Wachidiyat, nuli tumeka ing alam Wahdat, nuli tumeka maring alam Insan Kamil maneh, sampurna padang tarawangan saka ing kudratingsun”.
8. Pambirat Asaling Cahya.
“Cahya ireng kadadeyaning napsu, Luwamah sumurup maring cahya kang abang, cahya abang kadadeyaning napsu, Amarah sumurup maring cahya kang kuning, cahya kuning kadadeyaning napsu, Sufiyah sumurup maring cahya kang putih, cahya puti kadadeyaning napsu, Mutmainah sumurup maring cahya kang amancawarna, cahya kang amancawarna kadadeyaning Pramana, sumurup marang Dzating cahyaningsun kang awening mancur mancorong gumilang tanpa wewayangan, byar sampurna padang terawangan, ora ana katon apa-apa, kabeh-kabeh pada kalimputan dening Dzatingsun saka ing kudratingsun”.
Sawise mangkono, nuli amarah maneh praboting amatrapake panjenenganing Dzat, dadi sangang pangkat, kasebut ing ngisor iki.
1. Angumpulake Kawula Gusti.
“Ingsun Dzating Gusti Kang Asifat Esa, anglimputi ing kawulaningsun, tunggal dadi sakahanan, sampurna saka ing kudratingsun”.
2. Maha Sucekake Ing Dzat.
“Ingsun Dzat Kang Amaha Suci Kang Sifat Langgeng, kang amurba amisesa kang kawasa, kang sampurna nilmala waluya ing jatiningsun kalawan kudratingsun”.
3. Angrakit Karatoning Dzat.
“Ingsun Dzat Kang Maha Luhur Kang Jumeneng Ratu Agung, kang amurba amisesa kang kawasa, andadekake ing karatoningsun kanga gung kang amaha mulya. Ingsun wengku sampurna sakapraboningsun, sangkep, saisen-isening karatoningsun, pepak sabalaningsun, kabeh ora ana kang kekurangan, byar gumelar dadi saciptaningsun kabeh saka ing kudratingsun”.
4. Angracut Jisim.
“Jisimingsun kang kari ana ing alam dunya, yen wis ana ing jaman karamating maha mulya, waluya kulit daging getih balung sungsum sapanunggalane kabeh, asala saka ing cahya muliha maring cahya, sampurna bali marang ingsun maneh saka ing kudratingsun”.
5. Anarik Sampurnaning Akrab.
“Jaganingsun sapanduwur sapangisor kabeh, kang pada mulih ing jaman karamating alame dewe-dewe, pada suci mulya sampurnaa kaya Ingsun saka ing kudratingsun”.
6. Angukud gumelaring Jagad.
“Ingsun andadekake alam dunya saisen-isene kabeh iki, yen wis tutug ing wewangene, Ingsun kukud mulih mulya sampurnaa dadi sawiji kalawan kahananingsun maneh saka ing kudratingsun”.
7. Ambabar Karaharjaning Turas.
“Turasingsun kang maksih pada kari ana ing alam dunya kabeh pada nemuwa suka bungah sugih singgih aja ana kang kekurangan, rahayu salameta sapanduwure sapangisore saka ing kudratingsun”.
8. Amasang Pangasihan.
“Sakahe titahingsun kabeh, kang pada andulu kang pada karungu pada asih welasa marang Ingsun, saka ing kudratingsun”.
9. Amasang Kamayan.
“Sakeha machlukingsun kabeh, kang ora angendahake maring Sun, pada kaprabawa dening kamayan dening kudratingsun”.
Ing wekasan kang kawejang dijantenana yen panggonaning patrap pratikele sawiji-wiji, kapratelakake ana Babaring Wirid amawa murad maksud kasebut dadi pituduhane dununging ngelmu makrifat kabeh mau iku.
Sawise mangkono, kang amejang maca dunga Istiqfar karo dunga Kabula, sajeroning batin anuwun pangapura marang Kang Amurba Amisesa ing ngurip, supaya aja nganti pleh wewalak anggone amerake rahsaning Dzat iku.
Nuli kang kawejang dijanjeni, Manawa isih urip gurune, ora kena mejang, kang wis kalakon andadekake ora prayoga, dene Manawa kaburu ing perlu, ana akrabe kang lara lara-banget, mangka during ngelmu, iku kena amisik Ananing Dzat bae.
Kajabone saka mangkono, saupama kang kawejang mau during anarima utawa isih kurang padang ing panampane, Manawa arep anggeguru ing liyane maneh ora dadi apa, angger anajaluk idening guru kang amejang ngelmu iku.
Sawise mangkono banjur pada sesalaman, utamane kang kawejang mau yen karsa angabekti marang kang amejang.
Sawise luwar saka pamejangan, ing kono nuli pada angepung mabengan, salamating jiwa raga, mungguh kehing ambengan dadi telung asahan, ing ngisor iki pratikele :
1. Memule angaturi dahar Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah, sega wuduk, lembarang pitik, utawa endog, karupuk, lombok, terong.
2. Memule angaturi dahar para Sahabat Rasul karo para Waliyullah, sego golong, pecel pitik, jangan menir, iwak kebo siji kagoreng.
3. Memule angaturi dahar marang leluhur kang pada amedarake rahsaning ngelmu makrifat apa kang dadi dedaharane nalika isih urip, sarta nganggo kinang, kembang konyoh, kabeh iku pada kadonganan onga Rasul, Majmuk Kabula, Tulak-bilahi wekasan Salamet.
Dene pakolehing amejang iku, yeng amarengi sasi tanggale sapisa ing dina Jum’at, pamejange anuju purnama, anggere or sangar ora na’as, sarta ora taliwangke, Manawa sangaraning sasi anuju dina Jum’at, pamejang ing dina Anggara Kasih (seasa Kliwon), ora angetung purnama.
Mungguh pakolehing enggon pamejang iku, bumi sucikang becik arane, sarta ora kauban wangon, utamane yen ana ing gunung, ing ara-ara, ing banyu, angger becik jenege sarta sepen, prayoga kanggo panggonan amejang, kaya ta : ing gunung Agung,ara-ara ing Purwadadi, ing Ngadipala, bangawan ing Ngobol, luwih utama pisan Manawa amejang ana ing Sitinggil, utawa palataran ing Masjid Gede, sapepadane kang sakira pakoleh ing jeneng karo panggonane.

Kapethik saking buku wirid hidayat jati

free counters